Abstract
Penghidupan berbasis subsisten (atau sederhananya makan dari produksi sendiri), seolah tidak bisa lagi diandalkan. Dalamlima puluh tahun terakhir kontribusi food crops terhadap PDRB NTT turun drastis dari lebih dari 53.7% di akhir tahun 1960an hingga ke level 21% ditahun 2006. Seiring dengan menurunnya kontribusi pertanian (agriculture) terhadap PDRB. Food crops lebih banyak tertekan karena peralihan kepada ekonomi uang yang kita alami hari ini dalam konteks degradasi ekologi NTTdan prospek implikasi perubahan iklim. Perubahan ini cenderung irreversible. Agenda perubahan mengalami stagnasi karenalemahnya institusi lokal baik formal maupun informal dalam menopang ketahanan pangan NTT adalah variabel lain.
Advokasi berbagai pihak baik pemerintah maupun aktor non pemerintah dan sains khususnya kebijakan meningkatkanresilience komunitas desa dalam kemandirian pangan secara lokal lebih terkesan mitos tanpa dibarengi oleh skenario kelembagaan, teknologi, inovasi, anggaran, aturan main, adaptasi perubahan iklim dan degradasi ekologis, politik pangan dan food governance yang jelas.
Riset independen ini menelusuri konflik interpretasi dan cara pandang terhadap kelaparan dan ketahanan pangan di NusaTenggara Timur dalam waktu sepuluh tahun terakhir, namun dapat ditelusuri lebih dalam ke akarnya dari studi-studi orientalisme yang dilakukan para akademisi di paruh pertama abad ke 20 di mana logika keterberian alam yang minim (argumentasi ekologis) dan ketersediaan produksi yang minim, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi dominan. Argumentasi keterberian alam dan ekologis bertahan selama 50 tahun terakhir.
Kemiskinan adalah narasi klasik namun argumentasi yang tetap dominan, dengan justifikasi bantuan internasional. Argumentasi sosiologi perilaku merujuk pada karakter orientasi daratan masyarakat NTT diklaim sebagai fakta empirik karena minimnya pemanfaat sumberdaya laut. Kemiskinan struktural, keberhakan, indeks pembangunan manusia, politik anggaran, risiko bencana (kekeringan/banjir), perubahan iklim, lemahnya kebijakan dan anggaran sektoral hingga reformasi agraria dalam kemasan Kedaulatan Pangan adalah contoh-contoh narasi baru dalam menjelaskan akar persoalan. Yang hilang dariperdebatan-perdebatan ketahanan pangan argumentasi institusi dan governance yang poly-centric dan multi-level sebagai prasyarat utama dalam menghadapi keterbatasan alam dan kompleksitas sosial-ekonomi-politik yang berkaitan dengan pangan dan penghidupan. Tulisan ini memperkenalkan kerangka analisis alternatif yang mencoba menghubungkan argumentasiargumentasi parsial menjadi suatu pendekatan yang lebih komprihensif sekaligus kontekstual bagi NTT.
Advokasi berbagai pihak baik pemerintah maupun aktor non pemerintah dan sains khususnya kebijakan meningkatkanresilience komunitas desa dalam kemandirian pangan secara lokal lebih terkesan mitos tanpa dibarengi oleh skenario kelembagaan, teknologi, inovasi, anggaran, aturan main, adaptasi perubahan iklim dan degradasi ekologis, politik pangan dan food governance yang jelas.
Riset independen ini menelusuri konflik interpretasi dan cara pandang terhadap kelaparan dan ketahanan pangan di NusaTenggara Timur dalam waktu sepuluh tahun terakhir, namun dapat ditelusuri lebih dalam ke akarnya dari studi-studi orientalisme yang dilakukan para akademisi di paruh pertama abad ke 20 di mana logika keterberian alam yang minim (argumentasi ekologis) dan ketersediaan produksi yang minim, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi dominan. Argumentasi keterberian alam dan ekologis bertahan selama 50 tahun terakhir.
Kemiskinan adalah narasi klasik namun argumentasi yang tetap dominan, dengan justifikasi bantuan internasional. Argumentasi sosiologi perilaku merujuk pada karakter orientasi daratan masyarakat NTT diklaim sebagai fakta empirik karena minimnya pemanfaat sumberdaya laut. Kemiskinan struktural, keberhakan, indeks pembangunan manusia, politik anggaran, risiko bencana (kekeringan/banjir), perubahan iklim, lemahnya kebijakan dan anggaran sektoral hingga reformasi agraria dalam kemasan Kedaulatan Pangan adalah contoh-contoh narasi baru dalam menjelaskan akar persoalan. Yang hilang dariperdebatan-perdebatan ketahanan pangan argumentasi institusi dan governance yang poly-centric dan multi-level sebagai prasyarat utama dalam menghadapi keterbatasan alam dan kompleksitas sosial-ekonomi-politik yang berkaitan dengan pangan dan penghidupan. Tulisan ini memperkenalkan kerangka analisis alternatif yang mencoba menghubungkan argumentasiargumentasi parsial menjadi suatu pendekatan yang lebih komprihensif sekaligus kontekstual bagi NTT.
Translated title of the contribution | Understanding Food and Nutrition Policy in Indonesia: Case of East Nusa Tenggara Province 1958-2008 |
---|---|
Original language | Multiple |
Pages (from-to) | 28-45 |
Number of pages | 18 |
Journal | Journal of NTT Studies |
Volume | 1 |
Issue number | 1 |
Publication status | Published - 2009 |
Externally published | Yes |